SaLam BloGgeR

Rabu, 04 Mei 2011

Pendidikan Islam masa Bani Umayyah (Filsafat Pend.Islam)

      Makalah Pendidikan Islam masa Bani Umayyah (Filsafat Pend.Islam)
. . . Ini adalah paper mata kulyah Filsafat pendidikan islam, yang disusun oleh Marzon Efendi. Paper ini about pendidikan islam masa Bani Umayah yang di liaht dari aspek pendidikannya, bukan sekedar sejarah.. Selamat membaca !!!
 

ABSTRAK
Marzon Efendi.0755025.2010. Setelah masa pemerintahan Khulafaura ar Rasyidin berakhir, maka dilanjutkan oleh Hasan. Akan tetapi, lemahnya posisi Hasan membuat Umayyah berusaha mendapatkan kedudukan tersebut. Setelah Umayyah menjadi dinasti, ia mengubah sistem pemerintahan menjadi Monarki/Kerajaan. Pada dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat. Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari Daerah Islam di zaman Khulafa ar Rasyidin yaitu: Hijaz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir. Seiring dengan itu pendidikan pada priode Danasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttab, Masjid dan Majelis Sastra.  Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam.  Metode pengajarannya pun tisak sama.  Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu Selain itu pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk memperluas wilayah kekuasaan. Semua itu berdampak kepada pola pendidikan Islam pada masa itu, mulai dari adanya perbedaan kurikulum antara murid yang sekolah di Khuttab dengan murid yang sekolah di sekolah Istana. Banyak hal yang dipengaruhi oleh situasi politik pada saat itu. Selain itu, pada masa Umayyah pola pendidikan Islam sangat bersaing dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pendidikan Islam senantiasa berusaha untuk bisa lebih  maju dari pendidikan Barat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kegaiatan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.SEJARAH UMAYYAH
Dinasti Umayyah adalah kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah ibn Abi Sofyan pada tahun 41 H/661 M. tahun ini disebut dengan 'Aam al-Jama'ah karena pada tahun ini semua umat islam sepakat atas ke-kholifah-an Mu'awiyah dengan gelar Amir al-Mu'minin. Menurut catatan sejarah dinasti Umayyah ini terbagi menjadi dua periode, yaitu :
1. Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M – 132 H/750 M), dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin sebanyak 14 kali. Diantara kholifah besar dinasti ini adalah Muawiyyah ibn Abi Sofyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M).2 Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Akhirnya, pada tahun 750 M, dinasti ini digulingkan oleh dinasti Abbasiyyah.
2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755 – 1031 M), kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh Abd al-Rahman I al- Dakhil. Ketika Spanyol berada di bawah kekuasaan dinasti Umayyah  II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan. Terutama pada masa kepemimpinan Abd al-Rahman al-Ausath, pendidikan islam menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan karena sang kholifah sendiri terkenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia islam lainnya ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian semarak (Badri Yatim, 2003: 95). Awal dari kehancuran dinasti Umayyah II di Spanyol ini bermula ketika Hisyam II (400 H/1009 M – 403 H/1013 M) naik tahta dalam usia 11 tahun. Pada tahun 981 M khalifah menunjuk Ibn Abi 'Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri akibat beberapa kekacauan. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M Dewan Mentri menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

BAB II
URAIAN
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam. Periodesasi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu sendiri. Secara garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan Modern.  Kemudian perinciannya dapat dibagi lima periode, yaitu: Periode Nabi Muhammad SAW (571-632 M), periode Khulafa ar Rasyidin (632-661 M), periode kekuasaan Daulah Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan Abbasiyah (750-1250 M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).[1] Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menggambarkan tentang pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Muawwiyah Ibn Abi Sofyan adalah pendiri Dinasti Umayyah yang berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Umayyah yang merupakan khalifah pertama dari tahun 661-750 M, nama lengkapnya ialah Muawwiyah bin Abi Harb bin Umayyah bin Abdi Syam bin Manaf.[2]
Setelah Muawwiyah diangkat jadi khalifah ia menukar sistem pemerintahan dari Theo Demikrasi menjadi Monarci (Kerajaan/Dinasti) dan sekaligus memindahkan Ibu Kota Negara dari Kota Madinah ke Kota Damaskus.  Muawwiyah lahir 4 tahun menjelang Nabi Muhammad SAW menjalankan Dakwah Islam di Kota Makkah, ia beriman dalam usia muda dan ikut hijrah bersama Nabi ke Yastrib.  Disamping itu termasuk salah seorang pencatat wahyu, dan ambil bagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi.[3]
Pada masa khalifah Abu Bakar Siddiq dan Kalifah Umar ibn Khattab, Umayyah menjabat sebagai panglima pasukan dibawah pimpinan Ubaidah ibn Jarrah untuk wilayah Palestina, Suriah dan Mesir.  Pada masa khalifah Usman ibn Affan ia diangkat menjadi Wali untuk wilayah Suriah yang berkedudukan di Damaskus. Pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib tahun 661 M diwarnai dengan krisis dan pertentangan yang sangat tajam di wilayah Islam dimana ditandai dengan perang Shuffin yang pada akhirnya Ali ibn Abi Thalib mati terbunuh sewaktu shalat shubuh di Masjid Nabawi Madinah.[4]
Sepeninggal Ali ibn Abi Thalib tahun 661 M sebagian umat Islam di Iraq memilih dan mengangkat Hasan ibn Ali ibn Thalib menjadi Khalifah.  Akan tetapi Hasan adalah orang yang taat, bersikap damai serta tidak tega dengan perpecahan dalam Islam. Akhirnya diadakanlah serah terima kekuasaan di Kota Khuffah.  Dengan demikian dimulailah Dinasti Umayyah.
Pada dinasti Umayyah perluasan daerah Islam sangat luas sampai ke timur dan barat. Begitu juga dengan daerah Selatan yang merupakan tambahan dari Daerah Islam di zaman Khulafa ar Rasyidin yaitu: Hijaz, Syiria, Iraq, Persia dan Mesir.
Seiring dengan itu pendidikan pada priode Danasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti: Kuttab, Masjid dan Majelis Sastra.  Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam.  Metode pengajarannya pun tisak sama.  Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu.[5]

2.1.     Pola Pendidikan Islam Pada Priode Dinasti Umayyah

Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial.[6] Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur.[7] Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.[8]
Pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah telah berkembang bila dibandingkan pada masa Khulafa ar Rasyidin yang ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di masjid-masjid dan berkembangnya Khuttab serta Majelis Sastra.  Jadi tempat pendidikan pada periode Dinasti Umayyah adalah:
1.    Khuttab
Khuttab atau Maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.[9]
Adapun cara yang dilakukan oleh pendidik disamping mengajarkan Al Quran mereka juga belajar menulis dan tata bahasa serta tulisan.  Perhatian mereka bukan tertumpu mengajarkan Al Quran semata dengan mengabaikan pelajaran yang lain, akan tetapi perhatian mereka pada pelajaran sangat pesat.  Al Quran dipakai sebagai bahasa bacaan untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan ditulis untuk dipelajari.  Disamping belajar menulis dan membaca murid-murid juga mempelajari tata bahasa Arab, cerita-cerita Nabi, hadist dan pokok agama.[10]
Kalau dilihat di dalam sejarah pendidikan Islam pada awalnya dikenal dua bentuk Kuttab, yaitu:
1.    Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis baca.[11]
2.    Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan Al Quran dan dasar-dasar keagamaan.[12]
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
          c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
          Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Peserta didik dalam Khutab adalah anak-anak, tidak dibatasi baik miskin ataupun kaya.  Para guru tidak membedakan murid-murid mereka, bahkan ada sebagian anak miskin yang belajar di Khuttab memperoleh pakaian dan makanan secara cuma-cuma.  Anak-anak perempuan pun memperoleh hak yang sama dengan anak-anak laki-laki dalam belajar.[13]  Namun tidak tertutup kemungkinan bagi orang yang mampu mendidik anak-anak mereka di tempat khusus yang mereka inginkan dengan guru-guru yang khusus pula seperti: Hajjad ibn Yusuf yang pernah menjadi guru bagi putra Sulaiman Nasuh seorang Menteri dari khalifah Abdul Malik ibn Marwan. [14]
2.      Masjid
Setelah pelajaran anak-anak di khutab selesai mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah yang dilakukan di masjid.  Peranan Masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya tetap dan mampu untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Pada Dinasti Umayyah, Masjid merupakan tempat pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi setelah khuttab.  Pelajaran yang diajarkan meliputi Al Quran, Tafsir, Hadist dan Fiqh.  Juga diajarkan kesusasteraan, sajak, gramatika bahasa, ilmu hitung dan ilmu perbintangan.[15]
Diantara jasa besar pada periode Dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah menjadikan Masjid sebagai pusat aktifitas ilmiah termasuk sya’ir. Sejarah bangsa terdahulu diskusi dan akidah. Pada periode ini juga didirikan Masjid ke seluruh pelosok daerah Islam. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah selalu menjadi tumpuan penuntut ilmu diseluruh dunia Islam dan tampak juga pada pemerintahan Walid ibn Abdul Malik 707-714 M yang merupakan Universitas terbesar dan juga didirikan Masjid Zaitunnah di Tunisia yang dianggap Universitas tertua sampai sekarang.[16]
Pada Dinasti Umayyah ini, masjid sebagai tempat pendidikan terdiri dari dua tingkat yaitu: tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan keahliannya. Umumnya pelajaran yang diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di Khuttab atau di Masjid tingkat menengah. Sedangkan pada tingkat pelajaran yang diberikan oleh guru adalah dalam satu Halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
3.      Majelis Sastra
Majelis sastra merupakan balai pertemuan yang disiapkan oleh khalifah dihiasi dengan hiasan yang indah, hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.  Menurut M. Al Athiyyah Al Abrasy “Balai-balai pertemuan tersebut mempunyai tradisi khusus yang mesti diindahkan seseorang yang masuk ketika khalifah hadir, mestilah berpakaian necis bersih dan rapi, duduk di tempat yang sepantasnya, tidak tertawa terbahak-bahak, tidak meludah, tidak mengingus dan tidak menjawab kecuali bila ditanya. Ia  tidak boleh bersuara keras dan harus bertutur kata dengan sopan dan memberi kesempatan pada sipembicara menjelaskan pembicaraannya serta menghindari penggunaan kata kasar dan tawa terbahak-bahak. Dalam balai-balai pertemuan seperti ini disediakan pokok-pokok persoalan untuk dibicarakan, didiskusikan dan diperdebatkan”.[17]
Hal diatas sesuai dengan wasiat Abdul Malik ibn Harman kepada pendidik puteranya dengan pesan “Ajarkan kepada mereka berkata benar disamping mengajarkan Al Quran. Jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat yang tidak mengindahkan perintah Allah dan tidak berlaku sopan, dan jauhkan juga mereka chadam dan pekerjaannya karena bergaul dengan mereka akan dapat merusak moralnya.  Gunakanlah perasaan mereka agar badannya kuat, dan serahkanlah mereka bersufi dan air dengan menghisabnya pelan-pelan dan jangan minum tidak senonoh bila memerlukan teguran hendaklah secara tertutup, jangan sampai diketahui oleh pelayan dan tamu agar mereka tidak dipandang rendah.[18]
Majelis sastra merupakan tempat berdiskusi membahas masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik.  Perhatian penguasa Ummayyah sangat besar pada pencatatan kaidah-kaidah nahwu, pemakaian Bahasa Arab dan mengumpulkan Syair-syair Arab dalam bidang syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa.[19]
4.       Pendidikan Istana, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.[20]
5.      Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad. [21]
6. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah dinasti umayyah mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir. [22]
7. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap bamaristan.[23]
Usaha yang tidak kalah pentingnya pada masa Dinasti Umayyah ini dimulainya penterjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam Bahasa Arab, seperti yang dilakukan oleh Khalid ibn Yazid ia memerintahkan beberapa sarjana Yunani da Qibti ke dalam Bahasa Arab tentang ilmu Kimia, Kedokteran dan Ilmu Falaq.[24]
Pada periode Dinasti Umayyah ini terkenal sibuk dengan pemberontakan dalam negeri dan sekaligus memperluas daerah kerajaan tidak terlalu banyak memusatkan perhatian pada perkembangan ilmiah, akan tetapi muncul beberapa ilmuwan terkemuka dalam berbagai cabang ilmu seperti yang dikemukana oleh Abd. Malik Ibn Juraid al Maki dan cerita peperangan serta syair dan Kitabah.[25]
Ilmu tafsir memiliki makna yang  strategis, disamping karena faktor luasnya kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa konsekwensi lemahnya rasa seni sastra arab, juga karena banyaknya yang masuk Islam.  Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa Al Quran dan makna Al Quran yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu.  Pencemaran Al Quran juga disebabkan oleh faktor intervensi yang didasarkan kepada kisah-kisah Israiliyyat.  Tokohnya adalah Abd Malik ibn Juraid al Maki.  Selain ilmu tafsir ilmu hadist juga mendapatkan perhatian serius.  Pentingnya periwayatan hadist sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maupun secara moral.  Namun keberhasilan yang diraihnya adalah semangat untuk mencari hadist, sebelum mencapai tahap kodifikasi.  Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang memerintah hanya dua tahun 717-720 M pernah mengirim surat kepada Abu Bakar ibn Amir bin Ham dan kepada ulama yang lain untuk menuliskan dan mengumpulkan hadist-hadist, namun hingga akhir pemerintahannya hal itu tidak terlaksana. Sungguhpun demikian pemerintahan Umar ibn Aziz telah melahirkan metode pendidikan alternative, yakni para ulama mencari hadist ke berbagai tempat dan orang yang dianggap mengetahuinya yang kemudian dikenal metode Rihlah.
Dibidang fiqh secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu aliran ahli al-Ra’y dan aliran al hadist, kelompok aliran pertama ini mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi atau Qiyas, sedangkan aliran yang kedua lebih berpegang pada dalil-dalil, bahkan aliran ini tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat Al Quran dan hadits yang menerangkannya.  Nampaknya disiplin ilmu fiqh menunjukkan  perkembangan yang sangat berarti.  Periode ini telah melahirkan sejumlah mujtahid fiqh.  Terbukti ketika akhir masa Umayyah telah lahir tokoh mazhab yakni Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibn Anas di Madinah, sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hanbal lahir pada masa Abbasyiyah.[26]
Dibidang syair yang terkenal dikalangan orang Arab diantaranya adalah tentang pujian, syairnya adalah:
Artinya :    Engkau adalah pengendara kuda yang paling baik, engkau adalah orang yang pemurah di atas dunia ini
Periode Dinasti Umayyah pada bidang pendidikan, adalah menekankan ciri ilmiah pada Masjid sehingga menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan tinggi dalam masyarakat Islam.  Dengan penekanan ini di Masjid diajarkan beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu lainnya.  Dengan demikian periode antara permulaan abad ke dua hijrah sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan Masjid yang paling cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin.  Hanya saja memang ada sisi perbedaan perkembangannya.  Perhatian para Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang memperhatikan perkembangannya sehingga kurang maksimal, pendidikan berjalan tidak diatur oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam.  Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan.  Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu masih berjalan secara alamiah karena kondisi ketika itu diwarnai oleh kepentingan politis dan golongan.
Walaupun demikian pada periode Dinasti Umayyah ini dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan.  Pada umumnya gerakan penerjemahan ini terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan tidak dilembagakan.  Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.[27]
Selain kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.[28]
2.2. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
1.    Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
2.    Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist).
3.    Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
4.    Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 794/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.

a.        MADRASAH/UNIVERSITAS PADA MASA BANI UMAYYAH

Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz),di kota Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir). Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian Negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaituAbdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya. Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.
2.4. DISKUSI
Masalah pendidikan pada masa Dinasti Umayah
Dari uraian di atas, maka pada masa dinasti Umayah telah terjadi perubahan sistem pemerintahan, yakni dari Theo Demokrasi menjadi Monarci (Kerajaan/Dinasti). Ini tidak terlepas dari pengaruh situasi politik pada saat itu. Pendidikan sebagai suatu sistem di suatu wilayah, tentunya tidak dapat dipisahkan dari situasi politik di wilayah tersebut. Berubah-ubahnya kebijakan politik membuat berubah-ubahnya kebijaksanaan penguasa terhadap pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karena itu, pertanyaan diskusi yang pertama adalah bagaimana pengaruh situasi politik terhadap kebijakan pemerintah dalam pendidikan Islam? Selain dari pengaruh situasi politik, pengembangan pendidikan Islam pada masa dinasti umayah ini mengalami hambatan yang datang dari dunia barat, seperti Yunani. Oleh karena itu, pertanyaan diskusi yang kedua adalah bagaimana pola pendidikan Islam pada masa itu mampu mengimbangi tantangan dari dunia barat?
Pemecahan Masalah pendidikan pada masa Dinasti Umayah
Situasi politik yang pada awal masa dinasti Umayah masih belum stabil. Ini dikarenakan upaya peralihan kekuasaan dari Hasan dianggap dilakukan atas dasar kelicikan. Sebelumnya Muawwiyyah telah berjanji tidak akan merubah sistem pemerintahan. Akan tetapi, Muawwiyyah tetap merubah sistemnya menjadi Monarci (Kerajaan/Dinasti). Ini sangat berdampak sekali terhadap pola pendidikan Islam pada masa itu. Pada masa sebelum dinasti Umayah, pendidikan difokuskan di Khuttab dan di Masjid. Setelah sistem Monarki diberlakukan, maka secara otomatis pemilihan raja didasarkan atas garis keturunan. Ini mengakibatkan munculnya pendidikan istana. Pendidikan ini bertujuan agar anak-anak para raja diajarkan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan dari sebuah kerajaan. Kurikulum dalam pendidikan istana inipun berbeda dengan kurikulum yang diberlakukan di Khuttab atau masjid. Kurikulum di pendidikan istana ini ditentukan dan diatur oleh guru dan orangtua. Ini menyebabkan terjadi perbedaan kurikulum. Selain itu, seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Umayyah, menyebabkan penggunaan bahasa Arab semakin berkembang. Ini menyebabkan berdirinya Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.
Untuk mengimbangi dengan tantangan dari Negara Barat, maka pemerintah tidak hanya memfokuskan pelajaran terhadap pelajaran agama Islam saja. Akan tetapi, pemerintah pada saat itu telah memeulia kegiatan penterjemahan terhadap buku-buku yang dikarang oleh orang barat. Ini bertujuan agar orang-orang Islam bisa memperoleh ilmu dari buku tersebut. tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan.  Pada umumnya gerakan penerjemahan ini terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas dorongan negara dan tidak dilembagakan.  Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali melakukan penerjemahan ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah. Sedangkan ilmu-ilmu yang di salin dari bahasa Asing ke dalam bahasa Arab dan di sempurnakan untuk kepentingan keilmuan umat Islam dikelompokan dalam Al-Ulumud Dakhilah yang terdiri dari :
1.    Ilmu Kima. Khalifah Yazid bin Yazid bin Mua'wiyah adalah yang menyuruh penerjemahannya ke dalam bahsa Arab.Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di Mesir, di antaranya Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia. Penerjemahan ke dalam bahasa Arab dilakukan oleh Isthafun.
2.    Ilmu Bintang. Masih dalam masa Kholid bin Walid, beliau sangat menggemari ilmu ini sehingga dikeluarkan sejumlah uang untuk mempelajari dan membeli alat-alatnya. Karena gemarnya setiap akan pergi ke medan perang selalu dibawanya ahli ilmu bintang.
3.    Ilmu Kedokteran. Penduduk Syam di jaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab seperti ilmu-ilmu kedokteran, mislanya karanganm Qis Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa Arab oleh Masajuwaihi.






















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Setelah sistem Monarki diberlakukan, maka secara otomatis pemilihan raja didasarkan atas garis keturunan. Ini mengakibatkan munculnya pendidikan istana. Untuk mengimbangi dengan tantangan dari Negara Barat, maka pemerintah tidak hanya memfokuskan pelajaran terhadap pelajaran agama Islam saja. Akan tetapi, pemerintah pada saat itu telah memeulia kegiatan penterjemahan terhadap buku-buku yang dikarang oleh orang barat.

3.2. SARAN
Karena makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu pemakalah minta saran dan kritikan dari saudara dan Bapak Dosen pembimbing demi kesempurnaan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1992.
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1967.
Syu’aib, Yusuf, Sejarah Daulah Umayyah 1, Jakarta, Bulan Bintang, 1997.
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21, Jakarta, Pustaka Al Husna, 1980.
Yunus, Mahmud., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Hida Karya Agung, 1981.
Nizar, Samsul, Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, PT. Cuputat Press Group, 2005.
Al Abrasi, Athiyya, Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani, Jakarta, Bulan Bintang, 1993
Fahmi, Asma Hasan, Mabadi’at Tarbiyyah Al Islamiyyah, diterjemahkan oleh Mukhtar Yahya dan Sanusi Latif, Jakarta, Bulan Bintang, tth.
Salabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang.
Chalil, Munawar, Empat Biografi Imam Mazhab, Jakarta, Bulan Bintang, 1989.
Suwedi, Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-Islam/



[1] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1992, h. 7
[2] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1967, cet ke-2
[3] Yusuf Syu’aib, Sejarah Daulah Umayyah 1, Jakarta, Bulan Bintang, 1997, h. 13
[4] Ibid, h.14
[5] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21, Jakarta, Pustaka Al Husna, 1980,   h. 17
[6] http://karyaulama.blogspot.com/2008/04/pola-pendidikan-Islam-periode-dinasti.html
[7] Ibid.,
[8] http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-Islam/
[9] Mahmud. Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Hida Karya Agung, 1981, h. 39
[10] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, op cit, h. 47
[11] Samsul Nizar, Sejarah Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, PT. Cuputat Press Group, 2005, h.7
[12] Ibid, h.8
[13] Athiyya Al Abrasi, Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani, Jakarta, Bulan Bintang, 1993
[14] Asma Hasan Fahmi, Mabadi’at Tarbiyyah Al Islamiyyah, diterjemahkan oleh Mukhtar Yahya dan Sanusi Latif, Jakarta, Bulan Bintang, tth, h. 47
[15] Athiyyah Al Abrasi, op cit, h. 56
[16] Hasan Langgulung, op cit, h. 19
[17] Al Ithiya Al Abrasy, op cit, h. 6
[18] Ahmad Salabi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1972, h. 49
[19] Ibid, h. 72
[20] http://karyaulama.blogspot.com/2008/04/pola-pendidikan-Islam-periode-dinasti.html
[21] Ibid.,
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,
[24] Ibid, h. 19
[25] Hasan Langgulung, op cit, h. 18-19
[26] Munawar Chalil, Empat Biografi Imam Mazhab, Jakarta, Bulan Bintang, 1989, h. 23
[27] Suwedi, Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 16
[28] http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-Islam/

4 komentar:

  1. World wide web has without a doubt built taking part in extra
    fascinating. If they throw a big pre-flop raise and look
    at this way, is quite clear, in the last hour flop continuation bet (cbets)
    3 then. You can join the millions of people who play online bingo.


    Feel free to surf to my website ... online spielen

    BalasHapus
  2. 5. B) SEO basics - Image 2: Select-'English' and
    'All Countries and Territories'. The more doors you have the more chances of
    people finding it. SEO (search engine optimization) and keyword density are
    terms that scare many a writer who want to write
    for the internet. It's so important because once customers begin seeking your product or service you will want to have favorable words making your search results optimized. Meta Name and Meta Description Tags are two of the important ones. They make their strategy according to the audience their client is targeting. Content writing for websites is not as simple as typing out a predetermined amount of words, if you wish people to view the content. Google bowling messes up the external ranking used by Google and penalizes a sites ranking compared it the competitors. Over the years, web promotion has made a mark in the industry and has helped numerous entrepreneurs to build large business return through web. Arrange the H1, H2 and H3 tags serially with proper hierarchy. If your website deals with certain products or services, then conduct a proper research on these and then form your SEO content. The SEO agencies must take care of the fact that the traffic is getting converted to potential customers. An SEO strategy should combine a number of elements that work together to get results for you. This is where your innovative SEO marketing techniques can achieve a high search ranking for your budget motel whenever a user is specifically searching for a motel at your location. The sooner a site is presented in the search result, or the higher it “ranks”, the more searchers will visit the site. Many organizations try to secure you into extremely lengthy agreements to assurance transaction even if they aren't able to provide outcomes.
    Keep in mind that Google doesn’t really like page rank manipulation, even if it’s internally
    on your site or externally by backlink spamming. A good web solutions company will always provide you realistic time frame
    for the results to show up. November 2012.

    Review my homepage; visit the following internet page

    BalasHapus
  3. A huge solar flare caused a loss of nearly 10,000 mw which accounted for almost half of
    the load being carried by Hydo-Quebec. Once, in the year 1938 a magnetic storm emerged in the Polar Regions and its terrific brilliance was seen
    right up to Africa and Crimea. You may want to
    use a carpenter's square to verify this.

    My webpage :: http://mswebmedia.de

    BalasHapus
  4. According to current estimates the cosmetics and toiletries industry is worth over US$45 billion
    to US$66 billion worldwide. Nonetheless, what I did learn from this tutorial is that by being gentle with the false lashes & washing the glue off of them after wearing them will lengthen
    its useage, thus, saving money on having to replace the lashes.
    The Ped Egg is one of the few infomercial products I've seen that actually works, and it is perfect for sloughing off your worst dried skin.

    My web-site :: Beauty

    BalasHapus

Jangan Lupa tinggalin jejak Komen nya. . . Semoga Info nya Bermanfaat. Dan Tinggalin Jejak Like nya ea. Makasih (^,^)

recent Comments Guys...

About Me

Foto saya
Assalamualaikum.w.w Ada nya blog ini untuk saling share. Let's share each others. Buat nambah info n pengetahuan. Kalo ada Kekurangan Sana Sini di Blog ini, Tolong kritik and sarannya iyyach. Bukan sekedar kritik, tapi ada solusi yang membangun. I’m not perfect one. But, I’ll do Best for everything. I'm simple one. I believe I can, then I do...

Like This Sist,Bro

Thanks for Visitting.